Kisah Nyata



Suamiku Selingkuh Dengan Sodaraku


Sebut saja namaku Laras... aku lahir disebuah kota kecil di Jawa Barat,  perceraian orang tuaku mengharuskan aku tinggal bersama tanteku, kakak dari ibuku, aku benci dengan kata itu... “cerai” aku berjanji dalam hati.. apabila aku berumah tangga nanti aku tidak akan pernah bercerai... 


Entah kapan awalnya, aku dipertemukan dengannya... Andri.. ya.. namanya Andri... akupun tak ingat lagi bagaimana awalnya kami bertemu dan saling mengikat janji setia.. padahal waktu itu umurku masih  SMP, dia sudah lulus sekolah... 4 tahun kami menjalin kasih, sampai suatu hari saat aku lulus SMP dia ke rumah dan berani meminta restu untuk menikahiku, spontan keluargaku kaget... aku masih sangat kecil... tapi keinginannya yang kuat membuat keluargaku akhirnya luluh... mengingat kami hidup dikampung dan saat itu menikah muda bukanlah masalah besar seperti zaman sekarang, tahun 1992... terciptalah sumpah setia kami berdua, berjanji atas nama cinta membangun keluarga kecil bahagia, keluarga sakinnah mawaddah wa rahmah.


Suamiku hanya seorang buruh toko dipasar, dia membantu pemilik toko pakaian untuk melayani pelanggan, bagiku tak masalah.. kami bahagia hidup secukupnya, kami tinggal di tempat yang sekedarnyapun tak jadi soal... gelak tawa dan kebahagiaan seakan menjadi sinar terang tiap sudut rumah kami yang mungil. Dua tahun kami bersama... aku hamil.. bahagia yang luar biasa terpancar dari wajah suamiku, akhirnya 14 Desember 1994, lahirlah anak laki-laki pertama kami, Satrio... ya kami bahagia tak terkira dengan kehadiran Satrio, suamiku makin bekerja keras untuk menghidupi kami, walau pas pasan aku bahagia... kehadiran Satrio tak membuat kami kecewa dengan keadaan, kami bersyukur.


Satrio tumbuh dangan lucunya, saat usianya setahun, atas bantuan ibuku kami bisa membeli sebuah toko kecil... disanalah hidup kami mulai membaik, pelanggan pakaian di tempat kami selalu ramai, aku selalu membantu suamiku ke toko, kepercayaan BOS BOS pemasok pakaian makin memihak pada kesuksesan kami, sampai akhirnya kami bisa membeli rumah juga tanah, aku merencanakan hamil lagi.. tapi sayang tahun 1998 aku keguguran, Allah belum memberi kepercayaan lagi padaku untuk punya anak kedua, tak apa... kesuksesan kami patut disyukuri... kamipun bisa mengkredit motor dari usaha kami.. benar-benar rezeki yang tiada tara. Tahun 2002 akhrinya aku hamil lagi.. semoga kali ini bisa sehat, aku sangat menjaga kandunganku, takut nasibnya seperti kakaknya yang lahir di bulan ke-6 dalam kandungan.


Cobaan mulai datang menghampiri, suamiku tergoda oleh pelanggan, dia sering membeli pakaian di tempat kami, saking seringnya berbelanja ditempat kami, terjalinlah hubungan terlarang itu, dia perempuan bersuami, aku sering mendengar selentingan selentingan kabar perselingkuhan mereka, tapi aku lebih percaya dengan suamiku, yang anehnya lagi, suamiku berani membawa selingkuhannya ke tempat ibu mertuaku, ibu mertua yang tahu kejadiannya hanya diam dan tak mau secara langsung membeberkan yang sebenarnya, sampai akhirnya suami dari perempuan itu tahu, perempuan itu diceraikan suaminya, dan aku lebih memilih memaafkan suamiku... walau pedih... aku tahan... demi anak yang ada dikandunganku.


21 November 2000, lahirlah anak kedua kami, kami memberi nama Paulina... sedihnya... suamiku masih saja berhubungan dengan perempuan itu, aku tak tahan mendengar semuanya, aku minta cerai, kata yang paling aku takutkan selama ini, kata yang sebenarnya aku jaga untuk tidak kuucapkan, tapi apa mau dikata, hati ini tak terbuat dari baja, aku tak sehebat itu, aku rapuh, aku punya perasaan, suamiku tak mau menceraikanku, bahkan dia berjanji akan meninggalkan wanita itu. Baiklah... aku memaafkan, aku terima kembali suamiku, walau dengan hati hancur berkeping-keping, seperti daun kering yang sudah tergenggam erat... hancur...


Kami bangun lagi rumah tangga yang sudah cacat ini, toko kami banyak hutang dan aku harus hadapi semua, dengan bantuan ibuku akhirnya semua berjalan lancar kembali, kami mulai bisa menutupi sedikit demi sedikit hutang-hutang itu.


Waktupun berjalan, semua kekecewaanku hampir punah, dia kembali menjadi suamiku yang baik, ayah dari anak-anakku, usia paulina sudah 4 tahun dan Satrio anak sulungku sudah beranjak remaja, usianya 12 tahun, dia sudah masuk SMP.


Mulai tahun 2005, dikampung kami banyak sekali pengangguran, sehingga banyak yang mendaftarkan diri ke luar negeri menjadi TKW, tak terkecuali adik sepupuku, sebut saja Dimas, Dimas adik sepupuku dari keluarga ibuku, rumahnya berdekatan denganku bahkan satu atap, rumah kami hanya berhalatkan dinding beton saja, istrinya bernama Yanti, Dimas dan Yanti memang tidak pernah disetujui pernikahannya oleh keluargaku, tapi apa boleh buat mereka harus ikhlas dengan pernikahan itu karena Dimas dan Yanti bersikukuh dengan cinta mereka, mereka membangun keluarga dengan baik, mempunyai anak perempuan bernama Zia, anaknya lucu dan akrab dengan Paulina anakku, mereka hampir seumur, lahir ditahun yang sama hanya berbeda bulan saja.


Adik sepupuku Dimas tak punya pekerjaan, akhirnya dia memutuskan bekerja menjadi TKW di Malaysia, walaupun sedih Yanti harus rela mengasuh Zia sendirian, kadang aku kasihan, dia harus ditinggalkan suaminya sendiri, aku bersyukur suamiku punya pekerjaan yang bagus dikota kami sendiri, tak perlu menjadi TKW, disanalah keakraban kami dimulai, hidup berdekatan dan cocok satu sama lain membuat kami saling melengkapi, Zia yang seumur dengan Paulina menambah keakraban kami,  tak jarang kami makan bersama, ke pasar bersama bahkan kemana-mana selalu bersama, dia sering sekali tinggal berlama-lama dirumahku. 


Waktu terus berlalu, aku tak tahu apa yang terjadi, salah satu tetangga kami katanya memergoki suamiku masuk ke rumah yanti malam-malam melalui pintu dapur, Ah... dasar tukang gosip.. pikirku saat itu, tak mungkin lah.. dia istri dari sodaraku sendiri. Akupun tak menghiraukannya. Aku lebih fokus ke toko karena aku heran dan bertanya2 kenapa hutang-hutng kembali membanyaki daftar kerugian toko, dikemanakan uang suamiku? Untuk apa? aku mulai curiga. Lalu orang-orang sekampung mulai ramai membicarakan suamiku yang kerap kali keluar masuk pintu dapur rumah Yanti pada malam hari ketika aku tidur lelap, aku tetap tak percaya, mana mungkin... sementara siang harinya Yanti selalu akrab denganku.


Makin hari makin bertambah ramai kabar itu, bahkan orang sekampung tahu perselingkuhan mereka, aku tetap pada pendirianku, bahkan suamiku melarangku untuk keluar rumah, dan sering mengunci pintu rumah, aku masih percaya pada suamiku. Akhirnya kabar itu sampai ketelinga Dimas di malaysia, Dimas meneleponku dan marah-marah, kenapa sampai aku tak tahu kejadiannya, kenapa sampai suamiku selingkuh dengan istrinya, aku makin tambah bingung, aku bilang suamiku tak selingkuh dengan Yanti, itu hanya berita bohong orang sekampung.


Berita yang makin memanas itu sampai ke telinga ibuku, dia datang dan marah besar padaku, kenapa aku jadi bodoh dan tak percaya dengan kenyataan, wajahku terlihat polos saja, aku tetap tak percaya, aku menenangkan ibuku dan meyakinkan itu berita bohong, lalu keluargaku yang mulai geram denganku yang masih saja tak percaya, mengadakan rapat keluarga,  disana ada suamiku, aku, keluargaku, keluarga yanti dan yantinya sendiri. Mereka berdua disumpah didepan Al-Quran supaya mereka mengakui apa yang mereka perbuat, suamiku dan Yantipun berani bersumpah, aku semakin yakin tak ada apa-apa diantara mereka, bahkan suamiku dipukul berkali-kali.. aku menangis dan membawanya pulang.


Ibuku miris melihatku yang terlihat bodoh, ibu membawaku ke seorang ustadz, aku diberi air yang harus ku minum setelah dibacakan beberapa ayat suci. Malam harinya aku pun terbangun, aku mulai tergerak untuk sembahyang Tahajjud... akupun mulai menangis, entah apa yang aku tangisi, tiba-tiba hatiku mempercayai berita itu. “Ya Allah berilah aku petunjuk.. “ doaku malam itu.


Pagi harinya aku terbangun, aku mendapat sebuah kartu GSM yang tergeletak begitu saja, aku ambil dan memasukan kartu itu kehandphoneku, betapa hancur berkeping-keping hati ini, isinya penuh sms Yanti dan suamiku saling bersambut sayang, rasanya dunia berguncang saat itu, aku kehilangan diriku, aku seperti melayang tak tahu kemana, air mataku tak bisa ku bendung lagi, tangiku pecah dalam kepedihan yang nyata, aku dikhianati sodaraku sendiri. Tuhaaan.... betapa Engkau saksi betapa pedih hatiku saat itu. Ku tatap kedua anakku, Satrio dan Paulina... Ya Allah mereka masih terlalu kecil untuk menghadapi ini, aku harus bertahan demi mereka. Aku utarakan pada suamiku tentang itu, aku bilang aku tahu semua. Tak ayal pertengkaranpun terjadi saat itu, aku yang tak bisa menahan lagi, amarahku membludak hebat seketika.


penderitaanpun seolah tak mau berhenti sampai disitu, hutang kami mulai tak bisa dibendung lagi, sampai akhirnya tokopun terjual. Kami bangkrut. Ibuku dan keluarga lainnya mendesakku untuk menceraikan suamiku, aku tak bisa... aku harus bertahan demi anak-anak. Aku tahan kepediahan ini, aku tak ikhlas anak-anakku besar dan tumbuh jauh dari ayahnya. Akhirnya Yanti diceraikan Dimas lewat telepon, dan setelah Yanti menjanda, suamiku makin menggila, pulang malam dalam keadaan mabuk, mulai menjual satu persatu barang berharga yang ada dirumah, sampai kami berada di titik paling rendah, di titik 0.


Aku mulai melemah, mulai mendekat padaMu ya Allah, mungkin selama ini aku lalai, aku mohon petunjukMu ya Allah. suamiku...dimana cinta yang dulu kita bangun bersama, dimana cinta yang dulu hanya padaku, dimana sumpah setia membangun keluarga kecil kita seperti yang kau janjikan dulu, aku mulai melemah... aku tak bisa lagi bersandar padamu, cinta...


Aku tak bisa lagi bertahan, aku minta cerai... tapi suamiku tak mengabulkan, dia masih ingin bersamaku, lalu aku mengadukan ke Pengadilan agama gugatan itu,  setelah mereka mendengarkan kasusku, mereka mau membantuku menggugat cerai suamiku, pedih memang... ditambah lagi Satrio sebentar lagi menghadapi Ujian SMP, aku harus bisa.. anak-anak harus kuat menghadapi ini, tak mungkin bertahan pada sandaran yang sudah patah. 


Tekadku makin bulat untuk bercerai setelah tahu kalau Yanti hamil, anak suamiku. Aku sudah mati rasa, kabar itu sama sekali tak menggubris perasaanku. Akhirnya suamiku setuju menceraikanku...


Malam itu, malam jum’at dihadiri dua saksi.... suamiku.. cintaku yang dulu.. ayah dari anak-anakku menjatuhkan talak satu padaku. Air mataku tak berhenti menetes, aku sudah jadi janda... apa yang aku sesali, aku tak boleh sedih, tapi apa daya, aku tak kuat menahannya, terbayang wajah kedua anakku saat mereka tahu ayah dan ibunya bukan lagi suami istri,  terbayang kekecewaan Satrio yang harus menghadapi ujian sekolah dipaksa menghadapi ujian hidup yang lebih berat ini. Aku harus kuat demi mereka. Air mata ini tak kuat lagi aku hentikan, tumpah ruah tanpa celah.. tangisku pecah sejadi-jadinya.... aku menjerit dalam hati....


Ternyata langit masih saja biru, matahari masih bersinar, pagi masih menjelang... paling tidak itu dulu yang aku syukuri, anak-anak tidak tahu tentang penceraian ini, tapi lama kelamaan Satrio mulai curiga, dia selalu bertanya dimana ayahnya, aku selalu bilang dia ditempat nenekmu, nginap disana... tapi sampai kapan aku harus menyembunyikan ini, akhirnya dengan berat hati aku mengatakan kenyataan pahit ini pada anak sulungku... “Ayah dan ibu sudah bercerai...” tangisnya pecah seketika, aku hanya bisa diam dan ikut menyaksikan penderitaannya, apa yang bisa aku lakukan.. tidak ada... aku lemah Ya Allah... 


Aku harus kuat demi kedua buah hatiku... uang yang semakin menipis, tak ada lagi barang-barang berharga yang bisa dijual, akhirnya aku berjualan jajanan anak-anak didepan rumah, cukup untuk jajan kedua anakku, tapi biaya sekolah makin banyak, aku tak kuasa menanggung ini sendiri. Ibuku lah yang paling menderita atas penderitaanku, akhirnya dia bawa Paulina, anak bungsuku, ibu tahu aku tak akan mampu menghidupi dua anak sekaligus. 

Aku ikhlas... walau berat harus berpisah dengannya, aku ikhlas... tinggallah aku berdua Satrio, menjalani hari demi hari dengan keuangan yang memprihatinkan. Allah tak akan menutup Rezeki orang-orang yang selalu berusaha, aku yakin itu.. jualanku didepan rumah ramai, laku keras dan akhirnya aku bisa membiayai sekolah Satrio.


Satrio masuk ke SMA, biaya makin bertambah banyak, aku mulai bingung lagi... tak sengaja aku bertemu teman dan aku ceritakan nasibku, dia mengajakku menjadi TKW saja ke Malaysia, aku bingung... dimana harus kutitipka Satrio kalau aku ke luar negeri, tapi biaya sekolahnya juga makin banyak. Akhirnya kuputuskan untuk menjadi TKW pergi ke Malaysia... Negara yang tidak pernah sama sekali aku tahu sebelumnya.


Satrio ikut bersama neneknya, ibu mertuaku dulu, aku pun berangkat ke malaysia di tahun 2011, dengan niat untuk membiayai anak-anak, tak mudah memang kerja di pabrik yang sama sekali belum pernah aku rasakan sebelumnya, gaji yang minim membuatku merasa lelah, tapi lagi-lagi wajah anak-anak terbayang dipelupuk mataku, aku harus kuat. Akupun membanting tulang, menguras semua tenagaku disana, dinegeri orang, sampai akhirnya bisa membiayai Satrio sampai lulus SMA... Alhamdulillah.. aku bersyukur tak terkira...


Disana, aku bertemau dengan dia... lelaki ini begitu perhatian padaku, selalu menjagaku dan membuat aku merasa nyaman, entah karena usianya yang jauh lebih dewasa atau apalah... aku tidak tahu... dia selalu membantuku dalam setiap kesusahanku selama disana, sampai akhirnya dia mengutarakan niatnya untuk menikahiku, tentu saja tidak langsung aku terima, setelah kejadian-kejadian yang menimpaku tak mudah aku menerima lelaki baru dalam kehidupanku, tapi seiring waktu dia bisa membuktikan dan mengambil perasaanku... akhirnya aku menerima pinangannya... kini aku hidup dengannya, aku bahagia... aku berhenti bekerja di pabrik dan mulai membangun karir di dunia online, aku bergabung dengan adik sepupuku di dunia oriflame, aku bisa membuka wawasanku dan temanku semakin banyak.. semoga jalan ini jalan menuju kesuksesanku...


Kesuksesanku bisa membahagiakan orang tua dan anak-anakku.... Terima asih Ya Allah atas perjalan panjang yang Kau gasriskan padaku begitu berliku, namun kau selalu ada dalam setiap kesulitanku... Engkau selalu ada Ya Allah....